SINOPSIS DAN APRESIASI
CERPEN
“SEPOTONG SENJA UNTUK
PACARKU”
KARYA: SENO GUMIRA
AJIDARMA
Nama : Qori’ah Mustaqim
Kelas/NIM : PB 2011/112074032
A. SINOPSIS
Cerpen karangan Seno Gumira
Ajidarma ini bercerita tentang usaha seorang pria yang ingin sekali mengirimkan
sepotong senja untuk pacarnya, Alina. Ia memilih senja itu karena baginya,
kata-kata tidaklah cukup berarti untuk mewakili perasaannya dan senja itulah
yang diimpikan oleh kekasihnya itu selama ini. Lalu di suatu pantai yang indah
dengan pemandangan syahdu membuatnya ingin mengambil senja itu. Namun, usahanya
mengambil senja ternyazta tak semulus yang ia kira, bahkan polisi dan
masyarakat pada ribut karena kehilangan senja. Di tengah pelariannya, ia
bertemu dengan gelandangan di bawah gorong-gorong. Gelandangan itu menyuruhnya
bersembunyi agar aman dari kejaran polisi. Tiba-tiba ia menemukan sebuah tempat
yang mirip dengan tempat dimana ia mengambil senja tadi. Namun disana tampak
sangat sepi, tak ada manusia, hewan, apalagi keramaian. Iapun memutuskan untuk
mengambil senja yang ada disana dan menyimpan di saku yang satunya lalu kembali
meninggalkan gorong-gorong dan naik ke bumi. Diluar dugaan ternyata keadaan diatas
sudah tak sekacau tadi, bahkan mobilnya tampak habis dicuci. Ia juga sempat
melahap pizza dan segera melajukan mobilnya. Ia memasangkan senja yang dari
gorong-gorong itu dan ternyata cocok. Sedangkan senja yang ia dapat dari tempat
pertama ia kirimkan lewat pos. Ia jadi ingat, gorong-gorong itu pasti akan
menjadi gelap karena ia telah mengambil senja itu untuk pacarnya dan semua
orang akan memperbincangkan itu kelak. Terakhir iapun berpesan agar kekasihnya
itu menjaga baik-baik senja yang ia berikan.
B. APRESIASI CERPEN DENGAN PENDEKATAN STRUKTURAL DAN TEORI
SEMIOTIK
Saya sudah membaca berulang
kali cerpen ini dari semester 1, namun disaat saya sudah menemukan pemaknaan
yang saya rasa sesuai, di lain sisi banyak aspek yang seakan-akan merobohkan
dinding pemahaman saya sebelumnya, dan begitu pula seterusnya, hingga saya
memutuskan untuk mengapresiasi cerpen ini dengan pendekatan strukturalisme. Strukturalisme
mencoba mengapresiasi sebuah teks sastra dengan memahami hubungan dari setiap
unsur yang ada, karena sulit rasanya untuk menemukan isi dari cerpen ini tanpa
melalui pendekatan struktural. Pendekatan struktural ini bertalian erat dengan
teori semiotik. Karena di semester ini saya belum mendapatkan mata kuliah teori
sastra, jadi saya hanya berusaha mengungkapkan sesuai pemahaman yang saya dapat
dari hasil membaca dan bertanya.
Menurut
Saussure, sistem tanda memiliki dua unsur yang tidak dapat dipisahkan yaitu penanda
dan petanda. Penanda dapat berupa bunyi-bunyi ujaran atau huruf-huruf tulisan,
sedang petanda adalah unsur konseptual, gagasan, atau makna yang terkandung
dalam penanda tersebut. Disini saya memaknai senja itu sebagai cincin pengikat
dalam suatu hubungan antara tokoh “Aku” dan kekasihnya, Alina. Di paragraf
ke-dua disebutkan penanda berupa “pantai” dimana secara denotasi, pantai ialah
batas antara darat dan laut, seperti hubungan mereka yang berada dalam batas
antara berpacaran dengan menikah. Jadi, senja yang ada di pantai ibarat cincin
pengikat dalam sebuah hubungan atau bisa dibilang cincin yang akan dijadikan
cincin pernikahan. Potongan kalimat “cahayanya merah keemas-emasan” dan “cahaya
senja yang keemasan itu berbinar dalam saku” memperkuat argumen saya jika senja
yang dibidik adalah cincin pernikahan yang mewah dan mahal. Lalu tokoh “Aku”
menceritakan bagaimana prosesnya mendapatkan cincin itu, ialah dengan mencuri
cincin di sebuah tempat. “lautan adalah cairan logam” adalah penanda kumpulan
dari perhiasan atau cincin khususnya, dan “semesta adalah sapuan warna
keemasan” yaitu kemilau yang dihasilkan oleh kumpulan perhiasan atau cincin
tersebut. Kemudian “Aku” mengambil cincin itu dan menempatkannya pada “empat
sisi” yang dimaksud yaitu kotak cincin berwarna ungu lalu memasukkannya ke
dalam saku. Kemudian orang-orang ribut karena cincin telah hilang dan cakrawala
berlubang sebesar kartu pos dalam arti ada celah di kumpulan perhiasan itu. Hal
tersebut menunjukkan betapa berharganya cincin itu sehingga si “Aku” berpikir
bagaimana seandainya cincin dibuat yang tiruan dan dijual murah, pasti orang-orang
tak akan gaduh karena kehilangannya. Namun makna senja sebagai “cincin”
bergeser menuju makna sebenarnya, yaitu senja sebagai suatu keindahan alam
dimana orang-orang kota tak pernah pedulikan karena sibuk dengan urusannya
masing-masing. Ini diperkuat dengan kalimat “senja cuma penting untuk turis
yang suka memotret matahari terbenam”.
Namun
di tengah aksi kejar-kejarannya dengan polisi, si “Aku” ini meninggal dunia.
Setelah ia turun ke tempat di ujung gorong-gorong, ia mengikuti cahaya. Tempat
yang ia lihat mirip dengan tempat dimana ia mengambil senja, dan itu adalah dunia
imajinasinya, bukan lagi dunia fakta yang sebelumnya ia lewati. Buktinya adalah
disana tak ada manusia, hewan, apalagi keramaian. Terlebih “Aku” mengatakan,
“senja yang bergetar melawan takdir” yang artinya cincin itu ikut hanyut dalam
situasi tokoh “Aku” yang melawan ajal. Setelah itu ia membayangkan membawa
senja dari tempat sunyi itu dan meletakkannya di saku yang satunya. Setelah ia
naik kembali ke atas gorong-gorong, semua keributan yang tadi terjadi seolah-olah
lenyap seketika, ia pun seperti terlahir kembali di dunia baru namun dengan
visualisasi tempat yang sama. Ini berarti ia memang sudah menjadi roh dan tidak
ada satupun yang melihatnya. Kalaupun bisa, pasti polisi sudah menunggu di luar
dan memblokir seluruh jalan. “dua senja di saku kiri dan kanan” menyiratkan
makna dua cincin mempelai laki-laki dan perempuan. Lalu pada kalimat, “kupasang
senja yang dari gorong-gorong pada lubang sebesar kartu pos itu dan ternyata
pas. Lantas kukirimkan senja yang asli ini untukmu, lewat pos.” Maksudnya
adalah bahwa ia dapat memakai cincin yang ia dapat dari tempat berbeda dan
mengirimkan cincin yang didapat dari tempat pertama pada Alina. Namun sayang
itu adalah dari alam imajinasinya saja, sedangkan cincin yang diperuntukkan
bagi Alina hanya dapat ia tinggalkan karena ia sudah meninggal. Bukti kalau ia
sudah meninggal ada pada penggalan kutipan kalimat terakhir: “dengan ini kukirimkan
pula kerinduanku padamu, dengan cium, peluk, dan bisikan terhangat, dari sebuah
tempat yang paling sunyi di dunia”. namun ada kemungkinan dari awal cerita ia
memang sudah tiada, seperti potongan kalimat di paragraf kedua yang berbunyi: “
....selalu saja membuat aku mengangankan segala hal yang paling mungkin
kulakukan bersamamu meski aku tahu semua itu akan tetap tinggal sebagai
kemungkinan yang entah kapan menjadi kenyataan.”
Begitulah
kiranya jika cerpen ini dianalisis menggunakan teori semiotik yang memiliki
hubungan saling melengkapi dengan pendekatan strukturalis, karena kebulatan
makna teks sastra dapat didapat dengan cara kerja semiotik. Ciri-ciri
strukturalisme menurut buku Mengenal
Apresiasi Prosa Fiksi karangan Moh. Najid yaitu yang pertama,
strukturalisme fokus pada struktur otonom karya sastra. Yang kedua yaitu bahwa
strukturalisme membuka struktur diluar realitas yang kita tangkap sehari-hari.
Hal ini terbukti dengan penggunaan tanda-tanda yang membentuk struktur otonom
dan menciptakan dunia sendiri, lepas dari dunia nyata.
Sumber acuan :
1.
Aminuddin.
2011. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung:
Sinar Baru Algesindo Offset
2.
Najid,
Moh. 2009. Mengenal Apresiasi Prosa
Fiksi. Surabaya: University Press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar